Rabu, 02 Desember 2015

Tafsir Surat An-Nisaa’ Tentang Poligami



Tafsir Surat An-Nisaa’ Tentang Poligami


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Tafsir 2

Dosen Pengampu :
Muhammad Al-Furqon, M.Pd.I














 

Kelas : K

Disusun Oleh :
Najmina Fairuz Zara
932143714



PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2015



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT., karena hanya atas berkah, rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ Tentang Poligami”.
   Dengan selesainya  makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih
Dalam penyusunan makalah ini, banyak pihak yang turut membantu serta memberikan dorongan pemikiran dan materi. Oleh karena itu, kami menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak Muhammad Al-Furqon, M.Pd.I. selaku Dosen Mata Kuliah Tafsir 2 dan juga berbagai pihak yang telah memberikan sumbangan dalam penyelesaian makalah ini.
Selanjutnya, saya menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Namun demikian, saya berharap semoga makalah ini bermanfaat dan memberikan sumbangan pengalaman bagi pembacanya.


Kediri, 07 September 2015
Penyusun,






DAFTAR ISI
Halaman judul .....................................................................................................
i
Kata Pengantar .......................................................................................................
ii
Daftar isi ................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................
1
A.    Latar Belakang ...........................................................................................
1
B.     Rumusan Masalah ......................................................................................
1
C.     Tujuan Penulisan .......................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................
2
A.    Pengertian Poligami ...................................................................................
 2
B.     Tafsir Ayat Al-Qur’an Mengenai Poligami………………………………
C.     Pendapat Ulama Mengenai Poligami…………………………………….
D.    Dasar Alasan Berpoligami..........................................................................
 3
5
8
BAB III PENUTUP .............................................................................................
12
A.    Kesimpulan ................................................................................................
12
B.     Saran ..........................................................................................................
12
Daftar Pustaka ........................................................................................................
iv






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Poligami telah dibahas didalam ayat Al-Qur’an dan banyak ulama menafsirkan dan berpendapat mengenai poligami didalam agama islam. Ada yang memperbolehkan, dan ada pula yang menolaknya. Tentunya hal tersebut didasari pada pendapat masing-masing orang atas penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an mengenai poligami. Persoalan poligami merupakan masalah terbangunnya keluarga yang utuh dan sejahtera, dimana ayah, ibu serta anak-anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kebahagiaan. Seorang istri yang hidup dengan suami yang melakukan poligami memiliki hak yang harus dipenuhi oleh suami baik itu dari segi material ataupun segi immaterial terlebih lagi anak-anak mereka yang masih memiliki kehidupan kedepan.
B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian Poligami?
2.       Bagaimana tafsir ayat Al-Qur’an mengenai poligami?
3.      Bagaimana pendapat para ulama mengenai poligami?
4.      Apa saja dasar yang dijadikan alasan berpoligami?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Menjelaskan pengertian poligami
2.      Menafsirkan ayat Al-Qur’an mengenai poligami
3.      Memaparkan pendapat paraulama mengenai poligami
4.      Memaparkan dasar yang dijadikan alasan berpoligami


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Poligami

Kata poligami berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, poligami berasal dari kata epolus yang berarti banyak, dan gamos yang berarti pasangan atau isteri. Poligami bisa dikatakan sebagai mempunyai istri lebih dari satu orang secara bersamaan.[1] Adapun secara terminologis, poligami dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana seorang suami memiliki istri lebih dari satu orang.[2] Seorang suami yang berpoligami dapat memperistri dua, tiga, empat atau bahkan lebih pada saat yang bersamaan.
Dalam bahasa arab, poligami disebut dengan ta’did al zawjah (berbilangnya pasangan) dalam bahasa indonesia disebut pemaduan.[3] Poligami bukanlah hitungan berapa kali seorang suami melakukan sebuah pernikahan, namun berdasar pada berapa jumlah istri yang dimilikinya disaat yang bersamaan. Seorang suami yang ditinggal mati istrinya lalu menikah lagi baik itu sebanyak dua, tiga, empat kali atau bahkan lebih tidak dapat dikatakan berpoligami karena hanya menikahi satu istri pada satu waktu dan istrinya tidak lebih dari satu pada saat yang bersamaan. Sehingga ketika seorang suami melakukan pernikahan lebih dari sekali, tetapi istri terakhir berjumlah satu, maka tidak dapat dikatakan dia berpoligami.
Penjelasan diatas berbeda dengan pendapat Henry Pratt Fairchild, yang mengatakan bahwa uraian tentang poligami tersebut tidak tepat apabila dikatakan sebagai poligami, tetapi lebih tepat disebut poligini. Sebab, istilah poligami dapat diartikan sebagai perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang istri, atau antara seorang perempuan dengan lebih dari seorang suami. Istilah poligami dapat dilakukan oleh suami dan juga istri, sedangkan istilah poligini hanya untuk seorang suami. [4] Namun perbedaan pemaknaan tersebut tidak berlangsung lama karena pada perkembangan selanjutnya telah dikenal istilah poliandri dimana sebutan tersebut ditujukan pada seorang istri yang memiliki suami lebih dari satu. Oleh karena itu, istilah poligami dengan sendirinya melekat sebagai sebutan bagi seorang suami yang memiliki istri lebih dari satu orang pada saat yang bersamaan.

B.     Tafsir Ayat Al-Qur’an Mengenai Poligami
Menurut syari’at islam, poligami ditetapkan sebagai perbuatan yang diperbolehkan atau mubah. Berikut penafsiran dan penjelasan dari ayat Al-Qur’an mengenai poligami:
1.      Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 3


Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Pada surat diatas sudah sangat jelas diperbolehkannya poligami dengan batas maksimal empat orang istri. Hikmahnya (rahasianya) ialah karena orang laki-laki masa Nabi Muhammad sedikit bilangannya dari orang-orang perempuan, disebabkan banyak yang mati dalam peperangan. Begitu juga dinegeri-negeri yang telah terjadi peperangan didalamnya. Oleh sebab itu diperbolehkan berpoligami supaya janda-janda yang ditinggal mati suaminya itu dapat bantuan dari suami yang kedua.[5]
Keadilan menjadi syarat karena istri memiliki hak untuk hidup bahagia. Sedangkan pembatasan jumlah menjadi syarat karena jika tidak dibatasi, maka keadilan akan sulit ditegakkan. Pembatasan tersebut juga memberikan toleransi yang tinggi baik kepada laki-laki ataupun perempuan. Seseorang dengan segala kelebihannya tentunya dapat saja beristri lebih dari empat orang, tetapi islam memberikan jalan tengah dengan memperbolehkan beristri maksimal empat orang. Bagi perempuan pun, persyaratan tersebut dapat membuat lebih terjaganya kehidupan dan kebahagiaan dibandingkan dengan tanpa pembatasan jumlah.[6]
2.      Al-Qur’an An-Nisaa’ ayat 129

Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kau terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang”
Seorang suami tentunya ingin dan bahkan berusaha untuk berlaku adil kepada para istri. Namun, hal tersebut mungkin hanya berlaku pada segi lahiriah saja seperti pemberian sandang pangan dan juga pemberian kesempatan yang sama dalam giliran bermalam. Namun seorang suami tidak akan mampu berlaku adil dalam hal mencurahkan simpati atau hati dan rasa sayang kepada semua istrinya. Tentunya akan ada salah satu diantara para istri yang sebenarnya paling disayangnya.
Seperti yang dikutip dari buku Tafsir qur’an Karim karya Mahmud yunus, Sesungguhnya kamu tiada sanggup berlaku adil dengan seadil-adilnya terhadap beberapa istrimu, adil tentang cinta hati dan kasih sayang dalam hatimu, meskipun kamu hendak berbuat demikian. Sebab itu janganlah kamu condong kepada yang kau cintai secondong-condongnya, sehingga kamu tinggalkan (biarkan) yang lain sebagai perempuan yang tergantung diawang-awang, seolah-olah ia tidak bersuami dan tidak di thalak. Jika kamu perbaiki pergaulanmu antara istri-istrimu, yaitu dengan berlaku adil tentang giliran dan nafkah, meskipun tak sanggup adil tentang cinta, maka Allah mengampuni demikian itu.[7]
Diriwayatkan oleh ibnu Abi Hatim dari Ibnu abi Malikah, bahwa ayat ini mengenai siti A’isyah yang diantara para istrinya yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW yang mengaku ia tidak dapat memaksakan hatinya berlaku adil. Beliau bersabda yang artinya: “Ya Tuhanku, inilah pembagian yang dapat kuberikan mengenai hal-hal yang dapat kukuasai. Maka janganlah engkau sesali aku dalam hal-hal yang Engkau kuasai dan tidak kukuasai”. (yakni hati)[8]



C.    Pendapat Ulama Mengenai Poligami
Mengenai hukum poligami dalam islam, menurut Imam Syafi’ie berdasarkan sunah Rasululla, tidaklah diperbolehkan seorang beristri lebih dari empat. Pendapat itu telah menjadi ijma’ oleh para ulama, terkecuali golongan ulama’ syi’ah yang berpendapat bahwa orang boleh beristrikan lebih dari empat orang sampai Sembilan, bahkan diantara mereka yang tidak membatasi dengan sesuatu bilangan. Mereka ini berdasar kepada perbuatan Rasulullah yang beristrikan lebih dari empat orang sampai Sembilan bahkan sebelas istri dan mati meninggalkan Sembilan janda. Akan tetapi alasan itu ditolak oleh mayoritas ulama islam dan bersandar kepada beberapa hadits Rasulullah pun mereka berpendapat bahwa apa yang diperbuat Rasulullah itu adalah merupakan kekhususan bagi beliau sebagai Rasul.[9]
Menurut Rasyid Ridho mengatakan bahwa islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko atau madharat daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya (Human nature) mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis.[10] Dengan demikian poligami bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan rumah tangga, baik konflikantara suami dan istri, istri dengan istri, bahkan anak-anak dari para istri. Karena itu, hukum asal dalam perkawinan menurut islam adalah monogamy, sebab dengan monogamy akan mudah menetralkan sifat atau watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamy.
Berbeda dengan kehidupan keluarga poligami, orang akan mudah peka dan merangsang timbulnya rasa cemburu , iri hati, dan suka mengeluh dengan kadar tinggi, sehingga dapat mengganggu ketenangan rumah tangga dan dapat mengancam keutuhan rumah tangga itu sendiri. Karena itu, poligami hanya diperbolehkan bila dalam keadaan darurat, semisal karena sang isteri mandul. Sebab, dalam islam anak merupakan salah satu dari tiga human investment yang sangat berguna bagi manusia setelah ia meninggal dunia, yakni bahwa amalnya tidak tertutup berkah adanya keturunan yang saleh yang selalu berdo’a untuknya.[11]
Selain pandangan poligami menurut Imam Syafi’ie dan Rasyid Ridho, Muhammad Syahrur menyoroti masalah perlindungan anak pada keluarga yang berpoligami pada buku karya Rodli Makmun yang berjudul Poligami dalam Tafsir Muhammad Syahrur. Jika selama ini UU Perkawinanmaupun PP 10 tahun 1983 mengenai poligami hanya menyebut bahwa seorang laki-laki hanya membutuhkan izin dari istrinya untuk berpoligami, sedangkan izin anak sama sekali tidak disinggung.
Pro-kontra poligami yang masih berlangsung saat ini sangat jarang membahas mengenai hak-hak anak yang harus terpenuhi dan sering kali hanya memikirkan izin dari istri sebelumnya. Padahal dalam keluarga, anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi yang mana juga membutuhkan keadilan ketika ia berada pada keluarga yang berpoligami. Bukan hanya keadilah secara materi seperti uang jajan, tempat tinggal, sekolah, ataupun fasilitas yang lain, tetapi mengenai kebutuhan batin atau psikisnya.
Peran ayah sangatlah dibutuhkan oleh seorang anak ataupun istri didalam keluarga. Bisa dibayangkan bagaimana seorang anak kecil yang lahir ditengah keluarga yang berpoligami dan hidup dalam keadaan kurang kasih sayang dari sang ayah. Tentunya kebutuhan psikologis sang anak yang membutuhkan perhatian sang ayah akan kurang dibandingkan dengan keluarga monogamis.
Anak yang mengalami kekurangan hubungan dengan orang tua akan mengalami trauma emosianal.[12] Belum lagi ketika seoarang anak dititipkan kepada pengasuh, tentunya hal tersebut malah dapat memperparah kondisi psikologis anak dan dapat menyebabkan perilaku menyimpang pada anak, karena dampak kehilangan kasih sayang dari seorang ayah tersebut sangatlah dirasakan sebagai suatru penolakan ataupun pengabaian. Dengan kapasitas pemahaman yang masih terbatas akan suatu peristiwa, sang anak akan menerjemahkan kejadian tersebut sebagai bentuk penolakan atas dirinya sehingga ia merasa tidak cukup berharga dan tidak pantas untuk dicintai. Jika tidak diperbaiki tentunya hal ini akan berlanjut sampai anak dewasa dan memasuki dunia luar dan berpengaruh pada pembentukan identitas seseorang serta penyesuaian diri dalam kehidupannya di lingkungan.[13]

D.    Dasar Alasan Berpoligami
Menurut syara’ atau hukum islam, poligami dilakukan dengan alasan sebagai berikut:[14]
1.      Adanya ayat A-Qur’an yang menyatakan bahwa poligami bukan perbuatan yang terlarang, bahkan ayatnya dimulai dengan kalimat perintah.
2.      Adanya hadis yang memperbolehkan poligami.
3.      Adanya contoh dari Rasulullah SAW. Yang poligami dengan sembilan istri.
4.      Adanya kecenderungan seksual kaum laki-laki yang lebih besar daripada kaum perempuan.
5.      Adanya kesepakatan para ulama bahwa poligami hukumnya boleh.
6.      Adanya kenyataan bahwa sejak sebelum datang islam, poligami sudah dilakukan oleh kaum laki-laki. Islam haya membatasi poligami maksimal dengan empat orang istri.
7.      Adanya persyaratan yang ditekankan untuk suami, yakni berlaku adil.

Untuk dapat mencapai kemaslahatan umat Allah membolehkan (menurut fuqaha) atau memberi hukum keringanan rukhsah menurut para ulama tafsir) kaum laki-laki untuk melakukan poligami. Adapun sebab-sebab yang membuat seseorang berpoligami adalah sebagai berikut:[15]
1.      Apabila dalam suatu rumah tangga belum memiliki keturunan sedang istri menurut pemeriksaan dokter dalam keadaan mandul, padahal sesuatu perkawinan diharapkan untuk mendapatkan keturunan, maka poligami merupakan jalan keluar yang baik.
2.      Bagi kaum wanita, masa berhenti haid baginya (karena daya kemampuan berkurang) lebih cepat datangnya, sebaliknya walaupun seorang pria telah mencapai umur yang tua, namun apabila kondisi fisiknya sehat ia masih perlu melaksanakan tugasnya sebagai seorang suami. Dalam keadaan ini apakah dibiarkan seorang pria itu berzina? Maka disinilah diperbolehkan berpoligami.
3.      Sebagai akibat dari suatu peperangan umpamanya dimana kaum pria banyak yang meninggal dan para wanita menjanda serta jumlah kaum wanita menjadi lebih banyak dibanding kaum laki-laki.

Di masa yang sudah modern ini, banyak alasan yang digunakan untuk melakukan poligami. Di antaranya adalah sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan rumah tangga yang terjadi di masyarakat. Salah satu alasan yang paling sering digunakan adalah mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW. Yang memiliki landasan teologis yaitu surat an-Nisaa’ ayat 3.[16]
Namun, selain alasan mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW. Banyak alasan lain yang mendasari seseorang berpoligami, diantaranya:[17]

1.      Ketidak Seimbangan Jumlah antara Perempuan dan Laki-laki
Ketidak seimbangan antara perempuan dan laki-laki tentu dapat menimbulkan banyak permasalahan. Pada masa lampau, jumlah perempuan bisa menjadi lebih banyak dibanding laki-laki karena terjadinya peperangan atau revolusi. Sedangkan pada masa sekarang, dibanyak negara jumlah perempuan memang jauh lebih banyak dari pada jumlah laki-laki. Dan bukan hanya jumlah perempuan secara umum (perawan dan janda), tapi juga perempuan yang sudah menikah. Ditambah lagi dengan ketimpangan karena banyak pria yang meninggal terlebih dahulu. Hal itu dimungkinkan terjadi karena pria atau suami senantiasa berada pada kehidupan luar yang secara langsung ataupun tidak lebih beresiko menghadapi bahaya daripada para wanita atau para istri.
Ketika jumlah perempuan jauh lebih banyak dari pada laki-laki, tentunya masalah mulai muncul. Salah satunya adalah pelacuran yang merajalela, dan hal tersebut tidak dapat diterima oleh akal sehat[18].

2.      Munculnya Seks Bebas dan Perselingkuhan
Munculnya seks bebas dan perselingkuhan kebanyakan terjadi dinegara-negarayang mengatur pernikahan atau menerapkan aturan monogami pada warga negaranya. Dan alasan kedua ini tidak bisa lepas dari alasan pertama, mengingat secara biologis laki-laki memiliki nafsu yang besar, dan ada banyak wanita yang tidak bersuami yang akhirnya memutuskan untuk menjajakan diri sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) atau menjadi wanita simpanan. Tentunya ketika banyak muncul seks bebas dan perselingkuhan, kehidupan rumah tangga seseorang sudah jauh dari kata harmonis dimana didalamnya terdapat kebohongan antara suami istri.

3.      Meningkatnya Jumlah Kelahiran Tanpa Pernikahan yang Sah
Pada kehidupan modern saat ini banyak yang mengecam adanya poligami. Namun, keanehan justru terjadi diluar sana, dimana mereka menganggap hubungan seksual diluar nikah dengan banyak perempuan sebagai hal yang sudah biasa. Suatu laporan dari surat kabar Ittila’at dalam bulan Desember 1959, menurunkan sebuah artikel berjudul “Dari Setiap Sepuluh Anak Inggris, Satu adalah anak Haram” Dalam artikel ini dilaporkan bahwa selama satu tahun telah lahir anak haram sebanyak 19.595 anak, atau rata-rata 54,53 anak perhari. Data ini diambil 50 tahun silam. Bila dihitung kembali pada era modern ini, jumlah anak haram yang lahir tentunya sangat memprihatinkan.[19]

4.      Istri Mandul dan atau Berpenyakit Kronis
Ketika seseorang menikah, tentu hal yang paling diharapkan dan diidam-idamkan adalah memiliki keturunan. Namun bagaimana jika sang istri tidak dapat memberikan keturunan karena memiliki penyakit, atau karena mandul? Tentunya itu sangat tidak diharapkan. Lalu apa jalan keluarnya? Haruskah sang suami membiarkan istrinya dan tetap memberikan haknya sebagai istri, ataukah menceraikannya karena alasan tidak mau melakukan poligami? Dalam kasus ini, tentunya poligami adalah cara yang lebih baik daripada harus menceraikan sang istri demi mendapatkan keturunan.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

1.      Poligami dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana seorang suami memiliki istri lebih dari satu orang. Seorang suami yang berpoligami dapat memperistri dua, tiga, empat atau bahkan lebih pada saat yang bersamaan.
2.      Pada Al-Qur’an suratan-Niasaa’ ayat 3 sudah dijelaskan mengenai poligami dengan syarat tidak boleh lebih dari empat orang istri dan harus dapat berlaku adil kepada semua istrinya. Dan pada surat an-Nisaa’ ayat 129, dijelaskan bahwa seorang suami harus berlaku adil baik itu dari segi material ataupun immaterial.
3.      Imam Syafi’ie berdasarkan sunah Rasulullah, tidaklah diperbolehkan seorang beristri lebih dari empat. Sedangkan menurut Rasyid Ridho, islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko atau madharat daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya (Human nature) mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis
4.      Alasan berpoligami antara lain:
a.       Mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW
b.      Ketidak Seimbangan Jumlah antara Perempuan dan Laki-laki
c.       Munculnya Seks Bebas dan Perselingkuhan
d.      Meningkatnya Jumlah Kelahiran Tanpa Pernikahan yang Sah
e.       Istri Mandul dan atau Berpenyakit Kronis

B.     Saran
Saya selaku penulis mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Aamiin.

DAFTAR PUSTAKA
Baidan,Nashruddin. Tafsir bi al-Ra’yi, Upaya Penggalian Konsep Perempuan dalam Al-Qur’an (Mencermati Konsep Kesejajaran Perempuan dalam Al-Qur’an). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Departemen Agama RI, Surat Tashih dari Lajnah Pentashih Mushaf Al Qur’an .Semarang: PT Citra Effhar, 1993.

Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat .Jakarta: Prenada Media, 2003.

Hasan, Mustofa. Pengantar Hukum Keluarga. Bandung: CV Pustaka Setia, 2011.

Hurlock, Elizabeth B. psikologi perkembangan .JAKARTA: Erlangga, 1990.

Katsier, Ibnu. Tafsir Ibnu Katsier terj. Salim Bahreisy dan Said Bahreisy .Surabaya: PT Binailmu..

Makmun, Rodli. Poligami dalam Tafsir Muhammad Syahrur. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009.

Mathlub,Abdul Majid Mahmud. Panduan HukumKeluarga Sakinah, terj. Harits Fadly dan ahmad Khotib .Solo: Era Intermedia.
Muthahhari, Murtadha. Hak-hak Perempuan dalam Islam, Terj. M. Hashem .Jakarta: PT Lentera Basritama, 1995.
Yunus, Mahmud. Tafsir Qur’an Karim .Jakarta: PT Hidakarya Agung, 2004.
Zuhdi, Masyfuk. Masail Fiqhiyah :Kapita Selekta Hukum Islam .Jakarta: PT Gita Karya, 1988.






[1] Nashruddin Baidan, Tafsir bi al-Ra’yi, Upaya Penggalian Konsep Perempuan dalam Al-Qur’an (Mencermati Konsep Kesejajaran Perempuan dalam Al-Qur’an), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),94.
[2] Rodli Makmun, Poligami dalam Tafsir Muhammad Syahrur (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009),15.
[3] Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), 235.
[4] Ibid,16.
[5] Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 2004), 105.
[6] Makmun, Poligami dalam Tafsir ,18.
[7] Yunus, Tafsir Qur’an, 134.
[8] Ibnu Katsier, Tafsir Ibnu Katsier terj. Salim Bahreisy dan Said Bahreisy (Surabaya: PT Binailmu), 578.
[9] Ibid ,310-311.
[10] Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah :Kapita Selekta Hukum Islam (Jakarta: PT Gita Karya, 1988), 12.
[11] Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Prenada Media, 2003), 131.
[12] Elizabeth B.Hurlock, psikologi perkembangan (JAKARTA: Erlangga, 1990), 130.
[13] Makmun, Poligami dalam Tafsir ,18.
[14] Hasan, Pengantar, 251
[15] Departemen Agama RI, Surat Tashih dari Lajnah Pentashih Mushaf Al Qur’an (Semarang: PT Citra Effhar, 1993), 120-121
[16] Makmun, Poligami dalam Tafsir , 38.
[17] Ibid.

[18] Abdul Majid Mahmud Mathlub, Panduan HukumKeluarga Sakinah, terj. Harits Fadly dan ahmad Khotib (Solo: Era Intermedia), 127.
[19] Murtadha Muthahhari, Hak-hak Perempuan dalam Islam, Terj. M. Hashem (Jakarta: PT Lentera Basritama, 1995), 226.